Nor Ain Rusli
Nor Ain Rusli

4 Keadaan Boleh Mendoakan Orang Bukan Islam

4 Keadaan Boleh Mendoakan Orang Bukan Islam

Terdapat empat keadaan adakah boleh kita mendoakan kepada orang bukan Islam. Perkara-perkara tersebut adalah seperti berikut :

#1 Mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah

Para Ulama telah sepakat (Ijma’) akan bolehnya hal ini, diantara dalilnya adalah hadits berikutAbu Hurairah RA mengatakan: (Suatu hari) At-Thufail dan para sahabatnya datang, mereka mengatakan:

“Ya Rasulullah, Kabilah Daus benar-benar telah kufur dan menolak (dakwah Islam), maka doakanlah keburukan untuk mereka! Maka ada yg mengatakan: “Mampuslah kabilah Daus”.

Lalu baginda mengatakan: “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada Kabilah Daus, dan datangkanlah mereka (kepadaku).

Hadith Riwayat Bukhari & Muslim
Hadits berikut juga menunjukkan bolehnya mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah,Abu Musa RA mengatakan:

“Dahulu Kaum Yahudi biasa berpura-pura bersin di dekat Nabi SAW, mereka berharap baginda mahu mengucapkan doa untuk mereka “yarhamukallah (semoga Allah merahmati kalian)”,

maka baginda mengatakan doa: “yahdikumullah wa yushlihabalakum (semoga Allah memberi hidayah kepada kalian, dan memperbaiki keadaan kalian)”

Hadith Riwayat Tirmidzi

#2 Mendoakan kebaikan dalam perkara dunia

Hal ini dibolehkan kerana adanya contoh dari Rasulullah SAW, lihatlah dalam hadis di atas, baginda mendoakan kepada Kaum Yahudi:

“Semoga Allah memberi kalian hidayah, dan memperbaiki keadaan kalian”
Ada juga ikrar (persetujuan) Rasulullah SAW dalam hal ini, Abu Said al-Khudri mengatakan:

(Suatu saat) Rasulullah SAW menugaskan kami dalam Sariyyah (pasukan kecil), lalu kami singgah di suatu kaum, dan kami meminta mereka agar menjamu kami tapi mereka menolaknya. Lalu pemimpin mereka terkena sengatan haiwan, maka mereka mendatangi kami, dan mengatakan:

“Adakah diantara kalian yg boleh meruqyah sakit kerana sengatan Kala jengking?”. Maka ku jawab: “Ya, aku boleh, tapi aku tidak akan meruqyahnya kecuali kalian memberi kami kambing”. Mereka mengatakan: “Kami akan memberikan 30 kambing kepada kalian”.

Maka kami menerima tawaran itu, dan aku bacakan kepada (pemimpin)nya surat Alhamdulilah sebanyak 7 kali, maka ia pun sembuh, dan kami terima imbalan (30) kambing.

Abu Sa’id mengatakan: Lalu ada sesuatu yg mengganjal di hati kami (dari langkah ini), maka kami mengatakan: “Jangan tergesa-gesa (dengan upah kambing ini), sampai kalian mendatangi Rasulullah SAW.

Abu sa’id mengatakan: Maka ketika kami mendatangi baginda, aku menyebutkan apa yg telah kulakukan. Baginda mengatakan: “Dari mana kau tahu, bahawa (Alfatihah) itu Ruqyah?, ambillah kambingnya dan berilah aku bagian darinya”.

Abu Sa’id mengatakan: Lalu ada sesuatu yg mengganjal di hati kami (dari langkah ini), maka kami mengatakan: “Jangan tergesa-gesa (dengan upah kambing ini), sampai kalian mendatangi Rasulullah SAW.

Abu sa’id mengatakan: Maka ketika kami mendatangi baginda, aku menyebutkan apa yg telah kulakukan. Baginda mengatakan: “Dari mana kau tahu, bahawa (Alfatihah) itu Ruqyah?, ambillah kambingnya dan berilah aku bagian darinya”.

Hadith Riwayat Tirmidzi, Bukhari & Muslim
Hadits ini menjelaskan bolehnya kita me-ruqyah orang kafir agar sakitnya sembuh, dan ini merupakan bentuk dari tindakan mendoakan kebaikan untuk mereka dalam urusan dunia. Tidak salah kita mendoakan kesembuhan mereka jika mereka sakit.

Diantara dalil dalam masalah ini adalah dibolehkannya kita menjawab salamnya orang kafir, walaupun bolehnya hanya seringkas “wa’alaikum“,

sebagaimana sabda Nabi SAW:

“Jika seorang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah dengan ucapan: “Wa’alaikum“.
Hadith Riwayat Bukhari & Muslim
Ada juga contoh dari salah seorang Sahabat Nabi dalam masalah ini:

Uqbah bin Amir al-Juhani RA menceritakan: bahawa dia pernah berpapasan dengan seseorang yang gayanya seperti muslim, lalu orang tersebut memberi salam kepadanya, maka ia pun menjawabnya dengan ucapan:

“Wa’alaika wa rahmatullah wabarakatuh”. Maka pelayannya mengatakan padanya:

Dia itu seorang Nasrani! Lalu Uqbah pun beranjak dan mengikutinya hingga ia mendapatkannya,

maka ia mengatakan:

“Sesungguhnya rahmat dan berkah Allah itu untuk Kaum Mukminin, akan tetapi semoga Allah memanjangkan umurmu, dan memperbanyak harta dan anakmu”

Hadith Riwayat Bukhari
Banyak ulama yg memberi batasan: bahwa orang kafir yg didoakan kebaikan, harus bukan dalam kategori kafir harbi (yakni kafir yg memerangi Kaum Muslimin) dan ini sangatlah tepat.

Syeikh Albani RA mengatakan:

Akan tetapi, orang yg mendoakan kebaikan harus memperhatikan, bahawa orang kafir tersebut bukanlah musuh (perang) bagi Kaum Muslimin.
Ta’liq Kitab Adab Mufrod 1/430

#3 Mendoakan agar dosa mereka diampuni, setelah mereka mati dalam keadaan kafir

Para ulama telah sepakat (Ijma’) bahawa hal ini diharamkan, Imam Nawawi RA mengatakan:

“Adapun menyolati orang kafir, dan mendoakan agar diampuni dosanya, maka ini merupakan perbuatan haram, berdasarkan nas al-Quran dan Ijma’.
al-Majmu’ 5/120)

Ibnu Taimiyah RA juga mengatakan:

Sesungguhnya memintakan maghfiroh untuk orang-orang kafir tidak dibolehkan, berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’.

Majmu’ul Fatawa 12/489
Dan dalil paling tegas dalam masalah ini adalah firman Allah Ta’ala:

“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim.”

Surah at-Taubah ayat 113

#4 Mendoakan agar diampuni dosanya ketika mereka masih hidup

Hal ini dibolehkan dengan Dalil hadits berikut:

Abdullah bin Mas’ud mengatakan:

“Seakan-akan aku sekarang melihat Nabi SAW bercerita tentang seorang Nabi, yang dipukul oleh kaumnya hingga bercucur darah, dan ia mengusap darah tersebut dari wajahnya, tetapi ia tetap mengatakan:

“Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”.

Hadith Riwayat Bukhari 3477

Memang Hadis ini tidak tegas mengatakan bahawa Nabi yang mendoakan ampunan tersebut adalah Nabi Muhammad SAW. Namun ada riwayat lain yg tegas mengatakan bahawa doa tersebut juga diucapkan oleh Nabi kita Muhammad SAW kepada kaumnya yg masih kafir:

Sahal bin sa’ad mengatakan:

Aku telah menyaksikan Nabi SAW saat gigi serinya patah, wajahnya terluka, dan helmet perang di kepalanya pecah, sungguh aku juga tahu siapa yg mencuci darah dari wajahnya, siapa yang mendatangkan air kepadanya, dan apa yang ditempatkan dilukanya hingga darahnya.

Dia adalah Fatimah puteri Muhammad utusan Allah yang mencuci darah dari wajah, dan Ali RA yang mendatangkan air dalam perisai, maka ketika Fatimah mencuci darah dari wajah ayahnya, dia membakar tikar, sehingga ketika telah menjadi abu, ia mengambil abu itu, lalu menaruhnya di wajah baginda, hingga darahnya.

Ketika itu baginda mengatakan: “Telah memuncak kemurkaan Allah atas kaum yang melukai wajah Rasulullah”, lalu baginda diam sebentar, dan mengatakan: “Ya Allah ampunilah kaumku, kerana sesungguhnya mereka itu tidak tahu”.

Hadith Riwayat Tobaroni
Diantara dalil dalam masalah ini adalah Mafhum Mukholafah dari firman Allah berikut:

Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim.

Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapanya, tidak lain hanyalah kerana suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapanya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahawa bapanya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya.

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.

Surah at-Taubah ayat 113-114

Ayat ini mengaitkan “larangan memintakan ampun untuk Kaum Musyrikin”, dengan keadaan “sesudah jelas bagi mereka bahawa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka”.

Sehingga sebelum jelas menjadi penghuni neraka, boleh di mintakan ampun. Dan telah shohih dari Ibnu Abbas, bahawa maksud dari firman Allah yg ertinya:

“Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapanya itu adalah musuh Allah” adalah “setelah mati dalam keadaan kufur”. Sehingga sebelum kematiannya, masih boleh dimintakan ampun.

Berikut Atsar dari Ibnu Abbas tersebut, Sa’id bin Jubair mengatakan:

Ada salah seorang ayah meninggal, dan dia seorang Yahudi, sehingga putranya (yang muslim) tidak mengikuti (jenazah)nya, lalu hal itu diceritakan kepada Ibnu Abbas,

maka beliau mengatakan:

“Tidak sepatutnya ia melakukannya, (alangkah baiknya) apabila ia memandikannya, mengikuti (jenazah)nya, dan memintakan ampun baginya ketika masih hidup… kemudian Ibnu Abbas membaca ayat (yg artinya):

“Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapanya itu adalah musuh Allah, ia pun berlepas diri darinya”, maksudnya: “ketika ia mati dalam keadaan kafir”.

Mushonnaf Abdurrozzaq 6/39

Dan kesimpulan bolehnya memintakan ampun bagi orang-orang kafir selama masih hidup ini, juga banyak dinyatakan oleh para ulama, diantaranya:

Imam At-Thobari RA, beliau mengatakan dalam tafsirnya:

Sekelompok ulama’ telah menafsiri firman Allah (yg ertinya):

Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya)…
Hingga akhir ayat; bahawa larangan dari Allah untuk memintakan ampun bagi kaum musyrikin adalah setelah matinya mereka (dalam keadaan kafir), kerana firman-Nya (yg ertinya):

“Sesudah jelas bagi mereka, bahawasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim”.
Mereka mengatakan: “alasannya, kerana tidak ada yg boleh memastikan (bahawa dia ahli neraka), kecuali setelah ia mati dalam kekafirannya, adapun saat ia masih hidup, maka tidak ada yang boleh mengetahui hal itu, sehingga dibolehkan bagi Kaum Mukminin untuk memintakan ampun bagi mereka. Dan inilah pendapat yg dipilih oleh beliau dalam tafsirnya.

Sumber : Islam itu indah




1 ulasan

  1. Sy slu doa kan mereka smg Allah memberi petunjuk kembali kpd fitrah

    BalasPadam